“lebih baik saya keluar saja dari jammaah ini, toh percuma juga ada
saya disini.. “semua ide yang saya berikan tak pernah ditanggapi..
saya juga tidak bisa memberikan kontribusi seperti teman-teman yang lain
saya juga pun seperti tak pernah berguna disini..
kata-kata ini mungkin sudah bosan teman-teman sekelas saya mendengarnya..
berkali-kali berucap bahwa saya ingin keluar dari jamaah ini karena
kekecewaan saya terhadap orang-orang didalamnya saya yang terbiasa ada
pada lingkungan sekolah yang sama suhunya, sama pemikirannya, dan
sama-sama yang lain menurut saya.. hhe
kemudian hadir pada lingkungan kampus yang begitu banyak warna,
beragam macam pemikiran, sukses membuat saya kecewa.. puncak
kekecewaannya adalah ketika melihat interaksi yang begitu cair antara
ikhwan dan akhwat, managemen rapat yang saya rasa juga begitu cair, tak
ada evaluasi disetiap agnda yang ada..
dan hanya memberdayakan orang2 tertentu saja untuk mengamban amanah.
saya merasa tak terperdayakan sebagai seorang kader,
alahsil pilihan “keluar” adalah solusi utama menurut saya saat itu..
tohh ditempat lain pun saya bisa memberikan kontribusi yang maksimal
pada dakwah.. ditambah lagi dengan kebimbangan dengan saya ada dalam 2
kelompok tarbawi.. sekolah dan kampus satu sisi saya begitu mencintai
dakwah yang melahirkan saya, mencintai sekolah dan ingin mengabdi
ditempat saya dilahirkan namun disisi lain tidak enak meninggalkan
kelompok karena saat itu statusnya masih wajib untuk mengikuti..
saat itui saya merasa tak cocok dengan semua yang ada dikampus.. tak nyaman bahkan untuk sekedar bercerita..
yang ada dalam benak saya hanya ingin pergi dan keluar dari jamaah ini..
*******************
namun perlahan saya sadar ternyata ini adalah sifat “EGOIS” sifat
egois yang ternyata lebih mendominasi diri saya.. saya lupa bahwa
Jama’ah dakwah ini adalah jam’ah manusia.
Didalamnya berkumpul semua potensi manusiawi.
Didalamnya berkumpul semua kebaikannya;
sekaligus juga keburukannya.
dan mungkin saya masih ingin pada zona “aman” bukan zona tak nyaman..
saya masih mementingkan diri sendiri bukan mementingkan jamaah hari itu
saya tersadar bahwa sebenranya dengan atau tanpa ada kita dalam dakwah
ini dakwah akan tetap berjalan..
tinggal memilih ingin jadi apa kita pelaku atau hanya sekedara komentator
dakwah berdakwah bukan pilihan tapi kewajiban
Terimakasih buat sahabat2 ku yang dengan sabar mendengarkan
kekhilafan ini, alhmdllh sampai hari ini masih ditakdirkan berjuang
bersama kalian ukhti ^_^Saat tubuh tidak lagi tegak, saat kaki mulai
lemah, saat lisan mulai keluh untuk menyuarakan kebenaran, maka pada
saat yang sama ada saudara kita yang memapah, saudara yang akan menopang
kaki yang telah rapuh, dan menggantikan kita untuk bersuara lebih
lantang. Senyumnya bagai oase dalam kegersangan jiwa kita, perhatiannya
adalah penentram kegundahan kita, tausyiahnya adalah semangat baru yang
disematkan pada diri ini.
“Jangan sampai, kita seperti menyiram bensin ke sebuah bara api. Bara
yang tadinya kecil tak bernilai, bisa menjelma menjadi nyala api yang
membakar apa saja. Termasuk kita sendiri!”
semoga bermanfaat ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar